Sabtu, 16 Juli 2011

:: Kemana kan Kucari? ::

Kupasang earphone untuk mengusir galauku malam ini. Walkman usang yg kubeli empat tahun lalu kupegang erat. Lantunan lagu dari Ada Band,sedikit membuatku terhenyak. Stasiun radio ini memutar request lagu berjudul Manusia Bodoh.
Mencoba bertahan sekuat hati, layaknya karang yang dihempas sang ombak. Jalani hidup dalam buai belaka, serahkan cinta tulus di dalam takdir. Tapi sampai..kapankah ku harus menanggungnya, kutukan cinta ini.. Bersemayam dalam kalbu.

"Okay pendengar setia station Twenty One, itu tadi lagu permintaan dari sahabat kita yg di daerah Ungaran sana. Buat Badai yang pake nama samaran,thanks udah gabung dengan kita. Let's check in sms selanjutnya..!" sepenggal kata dari penyiar itu membuyarkan lamunanku tentang lagu Manusia Bodoh. Dia menyebut Badai? Nama samaran? Kenapa saraf memori otakku kembali mendengungkan satu nama. Akmal? Yach,teman satu pondok denganku dulu mempunyai nama samaran Badai,dan dia berdomisili di Semarang sekarang ini. Tapi,apa mungkin benar Akmal? Kenapa begitu tepat saat lagu Manusia Bodoh berkumandang, sebelumnya satu nama telah hadir di logika-ku, Qotrunnada Syaza (Tetesan Embun Keharuman). Ya, Nada. Perempuan yang kukenal dua setengah tahun lalu,kini tiba-tiba menghilang. Lenyap sama halnya dengan Akmal,karibku selama 3 tahun. Setelah kelulusan,kami melanjutkan hidup masing-masing. Akmal dengan impiannya menjadi seorang novelis, Nada yang menggebu ingin menjadi seorang perawat, dan aku yang memiliki impian sebagai seorang guru di madrasah-madrasah terpencil. Seusai muwadda'ah seharian itu, Akmal memelukku erat.
"Ku tunggu kabar gembira darimu dengan Nada,sob."
Hatiku rasanya bak ditusuk duri olehnya. Sindiran yg menyakitkan di hari perpisahan ini. Kupegang bahunya,
"Sampeyan masih marah sama aku,Mal? Nada bukan siapa-siapaku."
"Tapi sampeyan,Vin,sangat berarti buat Nada. Tenang,mana mungkin aku marah sama sampeyan. Kayak ndak tahu siapa aku aja,Vin. Okay,jangan lupa kasih e-mail begitu udah beli nomor baru yah.. Aku packing dulu,sejam lagi dijemput sama pakdhe.Assalamu'alaikum,bro!"
"Mal..tunggu.."tapi ia melenggang meninggalkanku.
"Wa'alaikumussalam warochmatullah.."jawabku lirih.
Malam harinya, di kamar pondok berdua dengan seniorku,Mas Tamam yang sedang asyik nderes,tiba-tiba kedatangan seorang tamu asing.
"Assalamu'alaikum..Mas Alvin wonten (ada) ?"
"Wa'alaikumussalam.."jawabku dan mas Tamam bareng.
"Kulo Alvin,sampeyan sinten nggih (saya Alvin,kamu siapa ya)?"
"Kulo Rifqi,adikke mas Akmal,saking pondok remaja. (saya Rifqi adiknya mas Akmal dari pondok remaja)."
"Ooh,Akmal.. masuk dek..monggo masuk." mas Tamam mempersilahkan.
"Kenapa dek, barangnya mas Akmal ada yang ketinggalan?" tanyaku.
"Mboten mas (tidak mas), saya cuma ingin bicara berdua sebentar sama mas.. Saget (bisa)?"
Keningku berkerut.
"Hm..ya udah,ayok ke depan. Kalau disini kasihan mas Tamam lagi nderes." aku tersenyum ke arah mas Tamam yang nderesnya terhenti sejenak.
"Monggo-monggo...disekeca'aken mawon." ujar mas Tamam.

Di depan kamar yang sunyi, kami duduk lesehan. Agak lama dek Rifqi diam. Aku tambah penasaran ada urusan apa adiknya Akmal mencariku. Rifqi lebih muda dariku setahun,aku ingat Akmal pernah bercerita tentang Rifqi.
"Mas Alvin kenal mbak Nada 'kan?"
Aku terhenyak. Nada lagi..?
"Na'am dek, dia teman sekaligus muridku di diniyah malam. Ada apa ya?"tanyaku penasaran.
"Mas Alvin juga tahu tho bagaimana perasaan mas Akmal ke mbak Nada?"
"Hm..ya,tahu."
"Ma'af sebelumnya mas, saya ndak bermaksud nyalahke siapapun dalam hal ini. Tapi..ada satu hal yang belum sampeyan ketahui dari mas Akmal dan mbak Nada. Mereka itu sudah dijodohkan sama Abah sejak mereka masih kecil. Dari RA-MTs mereka disekolahkan di madrasah yang sama. Hanya saja,saat Aliyah Abah dawuh (memerintah) agar mereka mulai dipisah tapi masih dalam kota yang sama. Eh..malah kebetulan mereka bukan saja satu kota,tapi satu yayasan pondoknya. Dan mulai kelas 1 Aliyah,mereka sudah sama-sama tahu kalau mereka itu dijodohkan sama Abah. Kedua keluarga sudah saling sepakat,begitu pula mbak Nada. Awalnya,dia tak merespon. Tapi dengan perantara ummi-nya,mbak Nada menyetujui perjodohan itu. Ini semua mas..ini semua kami rahasiakan dari siapapun. Maka dari itu,jangan heran mas,kalau mas yang sebagai sahabat mas Akmal tidak pernah dikasih tahu tentang hal ini. Sungguh mas, Rifqi sama sekali tidak mengarang cerita. Ini benar adanya, tapi kalau sampeyan masih belum bisa percaya... Rifqi bisa telefonkan orang rumah sekarang." jelasnya panjang lebar.

Dunia seakan menghujaniku dengan duri. Kenyataan pahit yang musti kudapat. Akmal dan Nada, dua orang yang membuatku benar-benar merasa amat bersalah. Di satu sisi,aku tak bisa menyalahkan Akmal yang bungkam tentang semua ini. Aku sadar,Akmal seorang 'gus'. Dari kalangan kyai gedhe di Semarang. Tentu saja aku faham jika masalah seperti ini ia rahasiakan. Tapi Nada? Seolah aku tak percaya ia bisa setega itu padaku. Pada Akmal. Pada hatiku, pada kalbu sahabatku. Pada jiwaku yang rapuh..
Ia beri aku secercah harapan saat aku menyatakan perasaanku lewat surat. Ia bilang "kita jalani saja,aku akan berusaha dan kamu juga". Ia tuliskan kalimat itu di surat balasannya. Apa aku terlalu bodoh mengartikan kalimat itu?Atau..Nada yang bodoh menjabarkan kalimat 'tidak' untukku. Ada apa semua ini yaa Robb? KAU uji aku dengan perasaan bersalah terhadap mereka. Khususnya Akmal. Dia baik terhadapku,tapi aku dengan bodohnya tak sadar telah melukai kalbunya yang terdalam.

Lentera malam..
Katakan pada kunang-kunang,hidupkan cahayaku..
Semangatku pada esok
Punahkan raut-raut kegelisahan tuk pagiku
Dan Tuhan,aku merindu-Mu...

To be continue.. ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar